Rangkuman ISD BAB X
BAB X
AGAMA DAN
MASYARAKAT
FUNGSI AGAMA
Fungsi Agama dalam Masyarakat
Untuk
mendefinisikan fungsi agama dalam masyarakat ada tiga aspek penting yang selalu
dipelajari, yaitu kebudayaan, system social, dan kepribadian. Ketiga aspek
tersebut merupakan kompleks fenomena social terpadu yang pengaruhnya dapat
diamati dalam perilaku manusia, sehingga timbul pertanyaan, sejauh mana fungsi
lembaga agama dalam memelihara system, apakah lembaga agama terhadap kebudayaan
system, dan sejauh manakah agama dalam mempertahankan keseimbangan pribadi
melakukan fungsinya. Pertanyaan ini timbul sebab, sejak dulu sampai saat ini,
agama itu masih ada dan mempunyai fungsi, bahkan memerankan sejumlah fungsi.
Teori
fungsional dalam melihat kebudayaan pengertiannya adalah, bahwa kebudayaan itu
berwujud suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma,
peraturan, dan system social yang terdiri dari aktivitas-aktivitas
manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang
lain, setiap saat mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan,
bersifat konkret terjadi di sekeliling.
Fungsional
dalam konteks teori fungsional kepribadian. Kepribadian dalam hal ini merupakan
suatu dorongan, kebutuhan yang kompleks, kecenderungan bertindak, dan
memberikan tanggapan serta nilai dan sebagainya yang sistematis.
Teori
fungsionalisme melihat agama sebagai penyebab social yang dominan dalam
terentuknya lapisan social, perasaan agama, dan termasuk konflik social.
Dimensi Komitmen Agama:
- Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang religius akan menganut pandangan teologis tetrtentu, bahwa ia akan mmengikuti kebenaran ajaran-ajaran agama.
- Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata. Ini menyangkut, pertama, ritual, yaitu berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religious formal, dan perbuatan mulia. Kedua, berbakti tidak bersifat formal dan tidak bersifat public serta relative spontan.
- Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan, meskipun singkat, dengan suatu perantara yang supranatural.
- Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan, bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi keagmaan mereka.
- Dimensi konsekuensi dan komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.
PELEMBAGAAN AGAMA
Tipe Kaitan Agama dengan Masyarakat:
- Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sacral
Masyarakat
tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama
yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat, dalam kelompok
keagamaan adalah sama.
- Masyarakat-masyarakat praindustri yang sedang berkembang
Keadaan
masyarakat tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi
daripada tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai
dalam tipe masyarakat ini. Dan fase kehidupan sosial diisi dengan upacara-
upacara tertentu.
- Masyarakat-masyarakat industri sekuler.
Masyarakat
industri bercirikan dinamika dan teknologi semakin berpengaruh terhadap semua
aspek kehidupan, sebagian besar penyesuaian- penyesuaian terhadap alam fisik,
tetapi yang penting adalah penyesuaian- penyesuaian dalam hubungan kemanusiaan
sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi
penting bagi agama, Salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat semakin
terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam
menanggapi masalah kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular
semakin meluas. Watak masyarakat sekular menurut Roland Robertson (1984), tidak
terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya pemikiran agama,
praktek agama, dan kebiasaan- kebiasaan agama peranannya sedikit.
Pelembagaan Agama
Agama
begitu universal, permanen (langgeng), dan mengatur dalam kehidupan sehingga
bila tidak memahami agama, akan sukar memahami masyarakat. Hal yang perlu
dijawab dalam memahami lembaga agama adalah, apa dan mengapa agama ada,
unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur agama.
Dimensi
ini mengidentifikasikan pengaruh-pengaruh kepercayaan, praktek, pengalaman, dan
pengetahuaan keagamaan di dalam kehidupan sehari-hari. Terkandung makna ajaran
“kerja” dalam pemgertian teologis.
Dimensi
keyakinan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan dapat diterima sebgai dalil
atau dasar analitis, namun hubungan-hubungan antara keempatnya tidak dapat
diungkapkan tanpa data empiris.
AGAMA, KONFLIK DAN MASYARAKAT
Contoh Kaitannya Tentang Konflik yang Ada dalam Agama dan Masyarakat
Di Indonesia
sendiri konflik agama baik yang bersifat murni maupun yang ditumpangi oleh
aspek budaya, politik, ideologi dan kepentingan golongan banyak mewarnai
perjalanan sejarah Indonesia.
Bahkan diera reformasi dan paska reformasi, agama telah menunjukkan peran dan fungsinya yang nyata. Baik kekuatan yang konstuktif maupun kekuatan yang destruktif. Sesudah gerakan reformasi, suatu keyakinan ketuhanan atau keagamaan banyak dituduh telah menyebabkan konflik kekerasan dinegeri ini. Selama 4 tahun belakangan, ribuan anak bangsa mati tanpa tahu untuk apa. Ribuan manusia terusir dari kampung halamannya, tempat mereka dilahirkan. Ribuan anak-anak lainnya pun menjadi piatu, kehilangan sanak keluarganya dan orang-orang yang dikasih.
Bahkan diera reformasi dan paska reformasi, agama telah menunjukkan peran dan fungsinya yang nyata. Baik kekuatan yang konstuktif maupun kekuatan yang destruktif. Sesudah gerakan reformasi, suatu keyakinan ketuhanan atau keagamaan banyak dituduh telah menyebabkan konflik kekerasan dinegeri ini. Selama 4 tahun belakangan, ribuan anak bangsa mati tanpa tahu untuk apa. Ribuan manusia terusir dari kampung halamannya, tempat mereka dilahirkan. Ribuan anak-anak lainnya pun menjadi piatu, kehilangan sanak keluarganya dan orang-orang yang dikasih.
Sumber: Harwantiyoko dan Neltje F. Katuuk. MKDU Ilmu Sosial Dasar. 1996. Jakarta:
Gunadarma
Comments
Post a Comment